4 Alasan Dibalik Penolakan Produk Khas Indonesia
Sumber: Google

Nasional / 24 December 2014

Kalangan Sendiri

4 Alasan Dibalik Penolakan Produk Khas Indonesia

Theresia Karo Karo Official Writer
7985
Beberapa tahun belakangan, kinerja ekspor Indonesia memang jauh dari kesan produktif. Hal ini kemudian turut menjadi perhatian Pemerintahan Kabinet Kerja di bawah pimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Seminggu setelah pelantikannya, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel yakin bahwa selama purna tugasnya dirinya mampu meningkatkan komoditas ekspor hingga tiga ratus persen.

“Saya akan menaikkan 300 persen dalam lima tahun ke depan ekspor,” ungkap Gobel. Indonesia memang memiliki potensi sumber daya mendukung, namun kenyataannya untuk mencapai hasil sebesar itu tidaklah mudah. Karena banyak hal yang melatarbelakangi penolakan masuknya produk Indonesia ke negara lain. Dilansir dari Merdeka.com, berikut 4 alasannya:

Perjanjian Bilateral
Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Euis Saedah menyayangkan produk unggulan Indonesia yakni keripik pisang ditolak oleh Tiongkok. Penolakan ini dilakukan Tiongkok karena adanya perjanjian bilateral antara negaranya dengan negara pemasok lainnya. Sehingga tidak sembarang negara bisa mengekspor keripik ke Tiongkok.

CPO Indonesia Dianggap Tidak Ramah Lingkungan
Meskipun 4,8 juta ton CPO Indonesia sudah mengantongi sertifikat penanaman sawit berkelanjutan yang dikeluarkan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Yang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi produsen CPO utnuk bisa masuk pasar Eropa. Data Kementerian Perdagangan menyatakan bahwa beberapa negara seperti Perancis dan Jerman mengategorikan CPO pada daftar produk tak ramah lingkungan. Disamping itu, sebagian negara juga menganggap CPO sama pengaruh merusaknya seperti alkohol, sehingga mereka mengenakan bea masuk tambahan.
 
Ada Label Halal MUI
Alasan lainnya adalah logo halal MUI yang belum diakui secara seragam di dunia. Hal ini diungkapkan oleh kiblat halal dunia ICMI, Tati Maryati. Selain itu, MUI sebagai lembaga sertifikasi halal belum mendapat akreditasi dari Badan Standarisasi Nasional (BSN).

Tati berharap Indonesia memiliki sertifikasi halal yang diakui secara internasional. “Di luar negeri sudah terakreditasi. Produk UKM kita diperbaiki salah satunya ekspor ke Emirates Arab harus ada logo halal sudah diakui. Kita harus ada lembaga sertifikasi halal yang sudah terakreditasi. Lembaga itu seperti apa? Manajemen yang baik, ada SNI dari BSN,” ungkapnya.

Mengandung Unsur Kimia
Salah satu produk herbal yang menjadi warisan bangsa adalah jamu. Pemerintah juga sedang berusaha untuk mengenalkan jamu ke pasar internasional. Akan tetapi produk ini sempat mengalami penolakan di Brunei Darussalam karena ditemukannya kandungan kimia dalam racikan jamu.
 
“Kita harus bedakan jamu tradisional kita dengan jamu kimia. Brunei sempat menolak produk jamu karena kandungan kimianya. Makanya sekarang yang kita gaungkan jamu tradisional,” ungkap Menteri Perdagangan Rachmat Gobel di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, pada hari Jumat (19/12).

Sumber : Merdeka/Jawaban.com by tk
Halaman :
1

Ikuti Kami